02 June 2007

Ujian Nasional dan Hancurnya Kejujuran

PEMERINTAH sekarang agaknya mengidap penyakit keras kepala dan sulit mendengarkan protes masyarakat. Hal ini valid, sangat valid untuk kasus ujian nasional.
Padahal, ujian nasional itu semakin lama semakin banyak mudaratnya daripada maslahatnya. Ia bukan hanya melanggar undang-undang, melainkan juga membuat moral murid semakin buruk. Bahkan, ujian nasional menghancurkan guru yang jujur dan berani melaporkan kecurangan.

Pernyataan itu bukan asal bunyi. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 58 (1) jelas mengatakan bahwa 'Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan'.

Jadi, yang melakukan evaluasi belajar adalah pendidik alias guru. Dengan ujian nasional, evaluasi hasil belajar bukan dilakukan guru, melainkan praktis sesungguhnya dilakukan menteri. Evaluasi belajar juga tidak mengindahkan proses, tidak peduli dengan kemajuan murid dari waktu ke waktu, dan sudah jelas ujian nasional membunuh esensi belajar sebagai proses berkelanjutan. Tetapi mengapa kebijakan yang melanggar undang-undang itu dibiarkan, dipertahankan, bahkan dibela mati-matian oleh Presiden dan Wakil Presiden?

Ujian nasional juga terbukti menambah rusak moral peserta didik. Siswa semakin nekat untuk menyontek atau mencuri bocoran ujian.

Yang lebih parah ialah ujian nasional bahkan telah mendorong guru untuk juga terlibat dalam kecurangan agar siswanya lulus. Ujian nasional telah memerkosa integritas dan kejujuran guru.

Dan yang mengagetkan adalah yang sebaliknya pun terjadi, yaitu guru yang jujur dan berani melaporkan tindak kecurangan pada pelaksanaan ujian nasional bukan diberi apresiasi, malah diintimidasi. Itu terjadi pada guru di Medan dan Bandung. Guru-guru di Medan yang tergabung dalam Kelompok Air Mata Guru ditekan dan diminta mengundurkan diri oleh sekolah. Sedangkan Sekjen Federasi Guru Independen dan anggota tim pemantau Ujian Nasional 2007 dari Dewan Pendidikan Kota Bandung, Iwan Hermawan, terancam sanksi penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun.

Nilai pendidikan macam apakah yang akan ditanamkan pemerintah melalui ujian nasional, jika guru yang jujur dan berani membongkar kecurangan ujian nasional justru diintimidasi dan diancam? Visi pendidikan macam apakah yang diagungkan pemerintah jika guru tidak boleh jujur dan berani mengatakan kebenaran?

Pendidikan bukan lagi wahana untuk anak bangsa ini mengembangkan diri, dari waktu ke waktu, dalam proses yang berkelanjutan. Bukan. Pendidikan adalah segala cara menuju sebuah penghakiman akhir yang bernama ujian nasional yang ditetapkan Menteri Pendidikan Nasional.

Dengan segala argumentasi, ujian nasional sudah harus dihentikan.

Namun, sekalipun protes terhadap ujian nasional terus berkumandang, pemerintah tidak peduli. Presiden dan Wakil Presiden terus membela dan mempertahankan ujian nasional yang ditetapkan Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo. Sebuah bukti, pemerintah agaknya mengidap penyakit keras kepala dan sulit mendengarkan protes masyarakat.

Lantas, apa yang mesti dilakukan? Sedikitnya ada dua langkah yang dapat diambil untuk menghentikan ujian nasional. Pertama, ada pihak yang melakukan judicial review ke Mahkamah Agung dengan dasar ujian nasional bertentangan dengan undang-undang. Kedua, DPR menunjukkan gigi dan taringnya yang tajam untuk terus menekan pemerintah.

Jika tetap tidak berhasil, para guru dan orang tua hendaknya sedikit sabar sambil mengelus dada menunggu 2009 tiba. Dalam Pemilu Presiden 2009, jangan ragu, berikanlah suaramu kepada calon presiden yang salah satu programnya adalah menghapus ujian nasional.

Pada akhirnya, dalam sistem yang demokratis, rakyat yang melakukan evaluasi suatu pemerintahan, dan menentukan sejarah selanjutnya.

Sumber : Media Indonesia
Sabtu, 02 Juni 2007
EDITORIAL


Baca selanjutnya ....